WHAT'S NEW?
Loading...

Setelah Allah menyelamatkan Nabi Ibrahim a.s. dari tungku pembakaran Namrud, Nabi Ibrahim bersyukur dengan berkurban seribu ekor domba jantan, tiga ratus ekor sapi, dan seratus ekor unta. Tidak pernah terdengar sebelumnya ada seorang berkurban sedermawan itu. 

Ketika ditanya mengapa ia mengurbankan begitu banyak kekayaannya, Nabi Ibrahim a.s. menjawab, “Aku telah siap mengurbankan nyawa bagi Tuhanku Kenapa aku mesti keberatan untuk mengurbankan hartaku? Lagi pula milik siapa semua itu sebenarnya? Hidupku dan segala sesuatu milikku adalah milik Allah. Apa yang kuberikan tidak ada artinya. Aku bahkan bersedia mengurbankan milikku yang paling berharga untuk Allah. Jika aku punya seorang putra, aku bahkan bersedia mengurbankannya jika Allah menghendaki.” 

Bagaimana dengan kita? Adakah di antara kita yang sanggup mengatakan hal serupa? Walaupun engkau tidak selevel dengan Nabi Ibrahim, seberapa tuluskah kau mengurbankan, bahkan cuma sebagian, harta yang telah Allah limpahkan kepadamu, menyedekahkan milikmu demi melayani orang lain? Bahkan orang yang tidak mau menolong orang lain atau meremehkan makna sedekah, ia sebenarnya bukan seorang manusia; apalagi menjadi sahabat Tuhan (khalilullah). 

Beberapa tahun kemudian, Allah menganugerahi Nabi Ibrahim seorang putra bernama Ismail. Sejak kecil Ismail telah menunjukkan ciri-ciri kenabian. Dia sering bepergian bersama ayahnya. Dan walaupun masih kanak-kanak, dia sering terlibat dalam diskusi yang rumit tentang agama. 

Suatu saat, dalam sebuah mimpi Allah mengatakan kepada Nabi Ibrahim, “Penuhilah janjimu engkau berkata jika engkau mempunyai seorang putra, engkau akan mengurbankan untuk-Ku. Engkau harus memenuhi janjimu.” 

Esok harinya, Nabi Ibrahim merenungkan mimpinya semalam. Walaupun bukan pertama kalinya AIlah berbicara kepadanya dalam mimpi, dia menyadari bahwa Allah melarang mengurbankan manusia, dan tidak pernah ada seseorang diperintahkan untuk mengurbankan manusia. Karena itu sebagai gantinya, beliau mengurbankan seratus ekor unta. 

Malam itu, Allah berkata-kata lagi kepadanya melalui mimpi, dan kembali memerintahkan Nabi Ibrahim untuk memenuhi janjinya. Nabi Ibrahim a.s, kembali merenungkan bahwa Allah tidak pernah menginginkan pengurbanan manusia. Maka sekali lagi beliau berkurban seratus ekor unta. 

Pada malam ketiga, Allah kembali memerintahkan Ibrahim agar mengurbankan anak satu-satunya itu. Pagi berikutnya ia memutuskan bahwa ia harus melaksanakan perintah Allah itu. 

Nabi Ibrahim a.s. mengajak Ismail menemaninya ke tempat berkurban. Di perjalanan, iblis menampakkan diri kepada Ibrahim a.s. dan mempertanyakan perintah Allah itu. “Apa engkau benar-benar akan memotong leher putramu itu? Bahkan binatang pun tidak akan tega melakukan hal seperti kita.” Kata Ibrahim a.s. “Walaupun alasanmu tampak rasional dan masuk akal, aku telah menerima perintah dari Allah, dan kehendak-Nya akan aku laksanakan!” 

Iblis pun meninggalkan Nabi Ibrahim a.s., tetapi dia tidak menyerah. Ia mendatangi Siti Hajar r.a. ibunda Ismail a.s. Iblis mengatakan kepadanya bahwa Ibrahim a.s. akan menguburkan satu-satunya putra Siti Hajar. Siti Hajar pun menjawab bahwa suaminya Ibrahim benar-benar seorang nabi yang memahami kehendak Allah. Dan pasti akan melaksanakan perintah Allah. Dia bahkan mengatakan bahwa dia sendiri pun siap mengurbankan hidupnya, jika Allah memang menghendaki. Ia pun mengusir iblis darinya. 

Akhirnya iblis memengaruhi Ismail a.s. Dia menampakkan diri kepada anak itu, dan mengatakan bahwa ayahnya akan mengikatnya di altar penyembelihan kurban. 

Iblis mengatakan bahwa ayahnya berkhayal bahwa Allahlah yang memerintahkannya melakukan itu. Ismail kecil menjawab bahwa ayahnya adalah seorang nabi yang memahami kehendak Tuhan, dan tidak berkhayal tentang hal seperti itu. Ismail a.s. mengatakan bahwa dia sepenuhnya telah siap mempersembahkan hidupnya sendiri, jika memang Allah memerintahkan hal itu. 

Sekali lagi iblis mempertanyakan Ismail a.s. apakah ia memang mau dipotong lehernya oleh ayahnya Dengan sangat marah Ismail a.s. membentak, “Apabila Allah memang memerintahkan hal ini kepada ayahku. dia pasti telah diberi kekuatan untuk melaksanakan kehendak Allah.” Dan Ismail mengambil sebongkah batu dan melemparkannya ke iblis. Sebelah mata iblis pun buta terkena lemparannya. 

Iblis selalu berusaha menggoda kita dengan cara serupa. Dia mencoba memengaruhi pikiran kita, mengajukan alasan bahwa Tuhan benar-benar tidak menginginkan kita kesulitan atau terbebani tugas berat Dia Juga akan mencoba memengaruhi rasa kasihan kita lewat bagian dari diri kita yang lebih lemah atau 

mengajukan argumen bahwa kewajiban-kewajiban tertentu memberi beban yang terlalu menyakitkan atau terlalu berat kepada diri kita maupun kepada orang lain. Dia akan membuat kita bingung, menanam benih keraguan, dan membuat kita takut melaksanakan kehendak Allah. 

Dalam pelaksanaan haji di Makkah, seluruh jemaah haji pergi ke Mina dan melemparkan batu ke arah tiga buah pilar. Di Minalah Nabi Ibrahim mengurbankan Nabi Ismail a.s. ketika pilar itu menyimbolkan penentangan terhadap iblis oleh Nabi Ibrahim, Siti Hajar, dan Nabi Ismail. Ke setiap pilar, tujuh buah batu dilemparkan, mewakili penolakan jemaah haji atas tujuh sifat buruk yaitu merasa diri paling benar, bangga diri, munafik, iri, amarah, ria, dan tamak. 

Sesampainya di tempat pengurbanan, Nabi Ibrahim a.s. menyampaikan mimpinya kepada Ismail a.s. Alih-alih memaksa putranya ke altar, Nabi Ibrahim malah menanyakan kesediaan anaknya, apakah ia ikhlas memenuhi perintah Allah, bersedia mengajukan dirinya sendiri sebagai persembahan. Melalui patuh kepada ayahnya, Ismail a.s. mengajarkan kepada kita sebuah teladan berserah diri, bahkan hingga bersedia mempersembahkan hidup kita sendiri, demi kecintaan kepada Allah, ketaatan kepada orang tua kita. 

Walaupun kita seharusnya bersedia melakukan apa saja demi menaati orang tua (demi menaati Allah) kita tidak boleh taat jika yang mereka minta tidak sesuai dengan kehendak Allah. Meski sikap santun dan hormat harus tetap dijaga, kita tetap hams menolak mematuhi siapa pun yang meminta kita menentang kehendak-Nya. 

Ismail a.s. bersedia dikurbankan. Dia meminta Nabi Ibrahim a.s. mengikat erat-erat dengan tali, supaya gerakan-gerakannya ketika sekarat nanti tidak akan melukai ayahnya. Dia juga meminta dibaringkan dengan menelungkup sehingga Nabi Ibrahim a.s. tidak perlu melihat wajahnya, yang bisa membuat tangannya gemetar sehingga tidak sanggup mengiris daging lehernya. Ismail a.s. juga meminta ayahnya untuk menyingsingkan jubahnya, sehingga ia tidak pulang ke rumah dengan jubah terciprati darahnya, yang hanya akan menambah kesedihan ibunya. 

Nabi Ibrahim a.s. memenuhi permintaan anaknya, dan sangat terharu karena keyakinan dan bakti putranya. Ia baringkan putranya di altar, lalu memohon kepada Allah agar merahmati dirinya dan putranya. Pada saat Nabi Ibrahim a.s. mengangkat pisaunya, Allah berfirman kepada malaikatnya, “Saksikanlah keyakinan dan cinta Ibrahim, khalil-Ku. Dia bahkan bersedia mempersembahkan putra satu-satunya demi memenuhi perintah-Ku.” 

Setelah itu, pisau tajam Nabi Ibrahim mengiris leher putranya. Tapi tidak terjadi apa-apa. Bahkan tidak ada goresan sedikit pun di leher IsmaiL Nabi Ibrahim mencoba lagi, tetapi hasilnya sama saja. Untuk ketiga kalinya, pisau itu tetap tidak mampu mengiris. Ibrahim pun membanting pisau itu sehingga menghantam sebongkah batu di dekatnya. Batu itu terbelah dua ketika terhantam sisi tajam bilah mata pisaunya. 

Saat itu, Allah memampukan pisaunya untuk berbicara. “Saksikanlah, wahai Ibrahim, hanya izin Allah yang membuat pisau mampu memotong, api mampu membakar, dan air mampu membasahi. Tanpa izinNya, aku tidak mampu memotong apa pun. Dan jika Allah menghendaki, aku bahkan mampu memotong batu."

Lalu hadirlah Jibril a.s. di hadapan Nabi Ibrahim, mewahyukan bahwa Allah menghendaki Ibrahim untuk berkurban seekor domba jantan sebagai pengganti Ismail, dan menyampaikan bahwa Allah telah rida kepada mereka berdua. 

Allah menuntut kesediaan mempersembahkan diri dari siapa pun yang ingin mengenal-Nya. Kita diminta mempersembahkan kepada-Nya apa yang biasanya sangat kita cintai (ikatan-ikatan kita kepada duniawi), kebiasaan-kebiasaan kita, kemampuan-kemampuan yang membuat kita merasa lebih dari orang lain. Para pecinta Allah sering kali menemukan bahwa pada titik mereka telah mampu melepaskan apa pun selain Allah, mereka justru mendapatkan segalanya bagi keberlimpahan material maupun spiritual.






Sumber: Secawan anggur cinta

Semarang,  31 Juli 2020


Ada Sebagian manusia yang ketika mengetahui betapa luas rahmat-Nya malah semakin berani untuk berma'siat kepada-Nya. Manusia seperti inilah yang memanfaatkan luasnya ampunan dan rahmat-Nya demi memuaskan keinginan dan kesenangan dirinya semata. Manusia seperti ini bukan hamba sejati, mereka memikirkan dan lebih mementingkan dirinya (keinginannya) dari pada Tuannya.
Padahal sejatinya mengetahui betapa luas rahmat-Nya adalah anugrah besar yang diberikan-Nya karena telah sudi mengenalkan betapa luas rahmat-Nya dan dengan mengatahui betapa luasnya rahmat -Nya menjadikan peluang yang sangat besar untuk lebih dekat dengan-Nya, bukan malah peluang untuk berma'siat kepada-Nya.
Manusia semacam ini sangat bodoh sekali menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan, tergoda oleh bujuk rayuan halus syaitan.

Seperti yang dikatakan oleh Al-'Allamah al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad:

أجهل الجاهلين من تزيده المعرفة بسعة رحمة الله جرأة على معاصيه.

Artinya: "paling bodohnya orang-orang bodoh (paling bodohnya manusia) adalah seorang yang bertambah luas pengetahuannya tentang (kekuasaan) rahmat Allah swt, namun ia semakin berani berbuat maksiat terhadap-Nya. "




-

Semarang 22 Juli 2020-



"Ketika tidak sanggup mendidik nafsu dengan berbagai cara, bahkan dengan mengingat kematian nafsu tidak dapat dikendalikan. Maka datangnya musibah dan hilangnya ni'mat-ni'mat lebih baik agar nafsu melemah dan terdidik".

Dalam Perjalanan ini pastinya nafsu menjadi penghalang yang paling sulit ditaklukan.
Perjalanan hati seseorang berbeda-beda. Ada yang langsung dapat menaklukan hawa nafsunya hanya dengan berpuasa, riyadoh dan lain-lain.
Ada juga yang sulit, Sudah berbagai macam cara untuk menaklukannya seperti dengan ilmu, dzikir, mujahadah, puasa dan lain-lain bahkan dengan mengingat kematianpun nafsu masih belum terkendali. Maka ketika Tuhan memberi musibah atau ketika Tuhan menghilangkan ni'mat-Nya. Tidak lain itu adalah cara-Nya agar nafsu dapat melemah dan terdidik. Bayangkan orang sakit ketika ni'mat sehatnya diangkat, apakah ia masih menginginkan mobil?  Apakah ia masih semangat mengejar pangkat? Apakah ia memikirkan untung dan rugi? Apakah ia masih menginginkan berma'siat?. Nafsu seketika itu langsung melemah dan telah membuat sadar dan ingat ke tempat asalnya.

Contoh sederhana ketika memang ada orang yang terbiasa sulit untuk bangun pagi, nafsunya sangat kuat untuk tidur, bangun pagi terasa sangat berat sekali. Tapi ketika diberikan mules (hilangnya ni'mat sehat perut), maka orang tersebut mau dan tidak berat untuk bangun pagi.

"rasa malas bangun dipagi hari akan selalu dikalahkan oleh rasa mules dipagi hari"


Ada ahli hikmah yang mengatakan bahwa musibah adalah suatu keni'matan.
Dan juga kesulitan adalah anugrah terbaik.

"Mereka yang sedang berbahagia, seringkali lupa pada siapa yang telah memberinya kebahagiaan. Mereka baru tersadar ketika Allah menegurnya dengan mencabut nikmat-nikmat-Nya. Apakah kita menanti itu terjadi baru kita kembali mendekat kepada Allah".

Ada ahli hikmah juga yang mengatakan
"meminta ampunan lebih baik dari pada meminta/ menunggu diturunkannya musibah".

-Semarang 29 Juni 2020-


Pernah kah berbicara dengan nafsu sendiri?
Seperti bertakwalah kepada Allah, ibadahlah, ayo kita sama-sama menuju Allah..
Jika belum pernah coba deh sesekali
mengobrol dengan nafsu yang kamu miliki, seru tahu nanti Seolah-olah kita itu memang memiliki kepribadian yang lain, seolah-olah ada lagi jiwa yang berada dalam tubuh ini.. Itu sih yang saya rasakan wkwk..
Setelah nafsu diajak kepada kebaikan-kebaikan, biasanya nafsu menjawab "iya" diajak pada kebaikan itu jawabannya "iya", di ajak pada kebaikan ini dijawab "iya".. Awal-awal memang heran kok dia mengiyakan.. Aneh memang wkwk..
Tapi setelah melihat vidio habib Umar bin Muhammad bin salim bin hafidz rasa aneh tersebut terpecahkan, beliau berkata:

Sesungguhnya hawa nafsu tidak banyak terpengaruh oleh dzikir dan 'ilmu namun lebih banyak terpengaruh oleh mengingat kematian. Yang paling mempengaruhi hawa nafsu adalah mengingat kematian. Saat seorang berkata kepada hawa nafsu "bertakwalah!" Nafsu menjawab "baiklah", "kamu akan kembali kepada Allah!?" nafsu menjawab "baiklah", "akhirat lebih baik dari pada dunia", nafsu menjawab "baiklah". Hawa nafsu hanya mengiyakan namun tidak terpengaruh, namun saat dikatakan "mungkin sebentar lagi kamu mati!", saat itu hawa nafus mulai terpengaruh.
Beliau melanjutkan dan memberi nasihat:
"padahal kita bisa mati kapan saja namun banyak yang lalai akan hal ini".

Benarlah apa yang dikatan 'Amr bin Yasir RA.
كفى بالموت واعظا
Cukuplah kematian sebagai nasihat.


بسم الله الرحمن الرحيم


Saya awali dengan perkataan yang disampaikan guru saya, kurang lebih seperti ini:

"suatu saat nanti, kamu jangan kaget, jika setelah kamu ngaji/belajar, tidak lama kamu akan mengalami langsung apa yang kamu kaji/ pelajari."

Pada saat ini, yang saya sedang kaji salah satunya adalah bab ghodob (marah) dan hasud (iri). Setelah mengakaji hal tersebut yaitu ghodob dan hasud ternyata benar apa yang dikatakan guru saya,  tidak lama kemudian banyak pengaruh luar yang memang itu berpotensi kuat membuat hati menjadi ghodob dan hasud.

Haha saya tertawa dulu ya..

Ok lanjut sebenarnya banyak sekali pengaruh luar yang membuat hati berpotensi ghodob dan hasud tapi saya sebutkan hanya beberapa bagian saja yang semoga saya dan yang membaca bisa sedikit terbantu. Berhubung saya lagi dimasa mengerjakan skripsi hehe..  Mungkin dari kita khususnya yang nggak lulus tahun ini haha banyak yang mengeluh dengan skripsi yang dikerjakan. . entah itu timbul dari dosennya yang mempersulit, rewel, susah di hubungi dll. Ataupun keadaan sekitar yang tidak sesuai harapan, seperti adanya covid-19 ini yang memang mempersulit keadaan.. Haha

Saya hanya ingin bilang
"sabar ya..jangan marah, jangan misuh Haha yang lulus tahun ini mereka pasti bersyukur,  tapi yang tidak lulus tahun ini juga harus bersyukur karena kita dijadikan tempat oleh Allah dengan adanya kejadian ini kita bisa mengetahui kedudukan tingkat sabar kita dihadapan Allah."

Lalu tentang hasud.. Hasud itu sendiri merupakan rasa tidak senangnya hati ketika orang lain mendapat ni'mat..biasanya timbul pertanyaan pada diri si hasud "Kenapa tidak kita yang mendapatkannya, kenapa orang lain" haha.. buat yang tidak lulus semeseter sekarang juga saya kira banyak yang memiliki perasaan seperti itu, banyak dari mereka yang sedih melihat teman baiknya satu persatu memposting kelulusannya dengan jas kebanggaannya.. "kenapa mereka lulus, kenapa saya belum, kenapa mereka lancar, kenapa saya mendapat yang sulit".. Perlu diketahui mereka yang lulus memang sudah jatah mereka.. Itu memang sudah ni'mat yang mereka dapatkan.. Yang tidak lulus juga sebenarnya mendapatkan ni'mat yang belum tentu mereka dapatkan.. Jangan iri...harusnya beryukur.. Hehe

"Tetap jaga hati ini, tetap selalu awasi hati dalam setiap keadaan.. karena hati merupakan penghubung antara kita dengan Tuhan."

-Semarang 25 Juni 2020
Engkau berikan rasa cinta kepada selain-Mu?. 

Sungguh galau berat hati ini ketika ada 2 cinta yang bersemayam. 

Cinta dari-Mu: kepada-Mu dan cinta kepada selain-Mu.

Aku sadar, inilah ujian dari-Mu untuk mengorbankan sesuatu yang di cintai, demi meraih penghambaan sejati. 

Kita belajar pengorbanan dari nabi Ibrahim, mengorbankan yang dicintainya,  yaitu nabi Ismail selaku anaknya, beliau di perintahkan oleh Tuhannya menyembelih anak yang dicintainya.
meskipun di pertengahan jalan di goda oleh syaitan yg terkutuk, beliau tetap melaksanakan perintah-Nya dan mengorbankan anaknya yang sangat ia cintai. dan pada saat itu Allah melihat benar penghambaannya, sehingga benda tajam yang akan menyembelih nabi Ismail menjadi tumpul terhadapnya tapi tajam terhadap batu. Penyembelihan nabi Ismail akhirnya digantikan dengan seekor sembelihan yang besar. Sungguh pengorbanan nabi Ibrahim dibalas dengan suatu ni'mat yang besar yang belum pernah terbayangkan, anak yang sangat dicintainya masih hidup, kisahnya di abadikan, mendapat salam dari Tuhannya dan termasuk dari hamba-hamba-Nya yang beriman. 

Islam mengajarkan pengorbanan dan buah dari pengorbanan tersebut. 

Sungguh ujian 2 cinta dalam hati memang berat rasanya, harus memilih salah satunya yaitu cinta-Nya atau cinta selain-Nya. Jika memilih dua-duanya hidup akan berada dipersimpangan, merana jadinya. 

Jika kita memilih cinta-Nya dan mengorbankan cinta selain-Nya, sungguh itu sangat berat tapi akan diganti dengan suatu yang luar biasa.

Jika kita memilih cinta selain-Nya dan mengorbankan cinta-Nya sungguh hati ini tetap masih merana?  Mengapa?
Karena meskipun kita mengorbankan cinta-Nya, melepaskan cinta-Nya tapi cinta-Nya tidak mungkin melepaskanmu, sehingga dalam hatimu tetap terdapat Cinta-Nya. (tetap masih ada 2 cinta dalam hatimu).

Sebagaimana perkataan Maulana Rumi : 
"Bagaimana mungkin cinta Tuhan dapat melepaskanmu pergi".

Dan sebagaimana juga perkataan al-habib umar bin hafidz :
"segala sesuatu didunia ini adakalanya kau tinggalkan atau dia meninggalkanmu. Kecuali Allah SWT. Jika kau menghadap-Nya, Ia akan mencukupimu dan jika kau meninggalkan-Nya, Ia akan memanggilmu."

Perihatin.. 
Kondisi umat sekarang.. 
adzan mereka abaikan..
Akibatnya hati jadi lalai..
Akhirat terbengkalai.. 

Perihatin..
Kondisi umat sekarang.. 
Sholat tidak di prioritaskan.. 
Dunia mereka utamakan..
Kesadaran hilang..
Akibatnya hati jadi tak tenang..


Perihatin.. 
Kondisi umat sekarang..
Agama tidak mereka jaga.. 
Ke wiro'ian hilang..
Rasa malu hilang..